Kamis, 19 April 2012

Cerpen edisi February


Valentine Oh Valentine
By. Sulia
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     

          Tidakkkk.....Tidakkk....!
Aku menjerit, berteriak, dan menangis sejadi-jadinya. Aku benci VALENTINE.  Aku hanya bisa menangis sekarang, aku bingung mau mengadu kepada siapa. Karena, aku nggak punya siapa-siapa sekarang. Aku nggak punya Ayah, Ibu, Kakak,Adik dan sahabat dekat pun tak ada sekarang.
“Oh...God! Help me please...!” Ucapku lirih.
Aku benar-benar merasa kesepian, benar-benar sepi. Pasca kejadian itu semua terasa batu dan hanya bisu yang mewarnai hatiku.
Setahun telah berlalu aku merasakannya dengan perasaan sedih dan marah. Aku tak tahu harus marah kepada siapa. Aku sebel, dan tak tahu sebel sama siapa. Rasanya ingin berteriak atau pun menangis. Tapi aku ga tahu harus menyampaikannya kepada siapa.
“Kenapa harus ada Valentine?” hari yang sejatinya disebut sebagai hari berkasih sayang namun justru menjadi hari yang merenggut orang yang kusayang.
Suatu ketika aku bertemu dengan seorang pria yang bernama Robby. Aku berkenalan dengannya hingga saat ini. Kami masih bersahabat menggantikan sahabatku yang mungkin telah tenang di sana. Akan tetapi aku sama sekali ga pernah tahu kalau Robby ternyata penganut faham yang merayakan hari Valentine, hingga suatu hari ia membawakan coklat untukku dan mengucapkan Happy Valentine kepadaku.
Kata-katanya telah membuat hati dan kepala dan isi perutku ingin keluar. Wajar aku marah dengannya karena ia telah membuat diriku mengingat masa-masa kehilanganku atas keluarga besarku dan sahabat tercinta yang mengalami kecelakaaan dalam perjalanan ke puncak untuk merayakan Valentine.
“Kenapa kau tidak menjawab ucapan selamatku Han?” Tanya Robby penasaran melihat sikapku yang hanya diam dan tak bersahabat.
“Kenapa kau harus mengucapkan selamat hari valentine kepadaku?” aku balik bertanya.
“Karena ini adalah hari valentine, hari buat berkasih sayang Hanna” Jawabnya lagi.
“Tapi aku tidak suka Robb...Aku tidak suka” Jawabku dengan terisak.
“Iya...Tapi kenapa tidak suka? Bisa kamu kasih alasannya?” Nada Robby heran.
“Robb...Kamu mau tau kenapa?” Karena hari ini dan waktu ini pula adalah saat dimana semua anggota keluargaku pergi, bahagiaku hilang seketika.”
“Aku benci hari ini, dan aku benci Valentine” Ucapku lagi sambil terisak.
Robby terdiam dan ia ikut menangis di sampingku. Ia tak menyangka ternyata kisah hidupku penuh dengan kisah yang menyedihkan.
“Maafkan aku Hanna, aku ga tahu ternyata kisah hidupmu seperti ini. Sekali lagi maafkan aku Hanna.” Jawabnya sembari menyembunyikan air mata yang terlanjur menetes di pipinya.
Di saat itu aku hanya bisa menangis dan menangis lagi. Aku haru dalam kesedihan, aku ga bisa banyak bicara sekarang aku hanya bisa diam dan diam. Dadaku terasa sesak mengenang semua ini.
Wajarkah seorang muslim merayakan Valentine? Hari berkasih sayangnya ummat Nasrani dan Yunani kuno?.
Jawabannya ada di iman kita masing-masing. Aku hanya menyesali mengapa harus terlena akan sebuah perayaan kasih sayang yang dalam Islam bisa dirayakan kapan saja, dimana saja dan untuk siapa saja. Bukan sekedar sepotong coklat atau sekuntum bunga mawar.
Makna kasih sayang jauh lebih dari sebuah ucapan dan barang-barang yang mewakili perayaan tersebut.
          Hari ini aku dan Robby berjanji bahwa tak akan ada perayaan Valentine lagi. Kami hanya ingin berbagi kasih sayang walau tanpa hari Valentine. Bukankah itu jauh lebih indah?
          Robby tersenyum sebagai tanda bahwa ia setuju untuk tidak merayakan Valentine lagi sampai kapanpun.
*****






Tidak ada komentar:

Posting Komentar